KEMUNDURAN DUNIA ISLAM
A. Kejayaan
Umat Islam
Istana Al-Hamra di Spanyol
merupakan salah satu bukti dari kejayaan Islam di Andalusia (Spanyol). Di India
terdapat Taj Mahal yang kemudian menjadi ikon budaya di India juga merupakan
peninggalan dari Daulah Islam. Sebagian wilayah Eropa, Afrika dan Asia pernah
merasakan kemakmuran yang dicapai pemerintahan Islam. Islam berhasil menanamkan
nilai-nilai syariat dalam setiap sendi kehidupan manusia bahkan sendi-sendi pemerintahan.
Ada sebagian yang menjadikan
Islam sebagai agama mayoritas dengan dasar- dasar syariat Islam. Sebaliknya,
ada satu kawasan yang dulunya imperium Islam pernah demikian besar dan kuat
mengakar, tapi hilang tidak tersisa pengaruhnya dalam masyarakat, apalagi
negaranya. Wilayah itu adalah Andalusia, yang terletak di Semenanjung Iberia. Andalusia
yang dulu sekarang kita kenal sebagai negara Spanyol.
Semangat jihad ummat Islam yang
begitu tinggi sehingga 200 ribu pasukan Gotik tidak mampu mengalahkan pasukan
Islam yang dipimpin Thariq Bin Ziyad yang hanya berjumlah 5 ribu orang.
Bukannya tentara Islam yang kalah, justru pasukan Gotik yang mundur akibat
strategi Thariq Bin Ziyad dan pasukannya.
Dalam bidang ilmu pengetahuan dan
sains Ibnu Sina (Avicenna) telah
menunjukkan kepada dunia tentang betapa hebatnya ilmuwan muslim pada saat itu.
Ibnu Sina dikenal sebagai bapak Kedokteran dunia.
Ilmuwan Islam Al-Khawarizmi juga
mengembangkan ilmu Matematika seperti Aljabar (Algebra), Algoritma (Algorithm)
yang kita kenal hingga sekarang. Angka-angka yang kita pakai sekarang merupakan
hasil penemuan ilmuwan Islam yang disebut dengan ”arabic numeral” menggantikan sistem bilangan Romawi yang sangat
tidak fleksibel. Pada saat munculnya Islam, bangsa Barat belum mengenal angka 0
(Nol), Islamlah yang mengenalkan
angka itu pada mereka.
B. Kemunduran
Kerajaan Besar
Kemunduran Islam tidak lepas dari
runtuhnya kerajaan-kerajaan Islam besar di Jazirah Arab. Di antara gambarannya
adalah kejayaan yang diraih oleh Daulah Abbasiyah yang kemudian menuai
kemunduran sampai dengan keruntuhannya.
Runtuhnya Daulah Abbasiyah bukan
tanpa sebab. Setelah Daulah Abbasiyah berhasil membumikan kejayaan dan
keemasannya dalam berbagai bidang peradaban dan
ilmu pengetahuan akhirnya runtuh juga. Ada
beberapa faktor yang melatarbelakangi runtuhnya Daulah Abbasiyah.
1.
Faktor Internal.
Perebutan Kekuasaan di pusat
pemerintahan yang terjadi antara penerus Daulah Abbasiyah tidak terbendung.
Bagi sebagian orang Arab, mereka masih belum bisa melupakan pengaruh Daulah
Umayyah karena pada masa daulah tersebut, hampir semua penguasa berasal dari
bangsa Arab. Namun bagi kalangan non Arab (`Ajam)
mereka juga menginginkan kekuasaan Daulah Abbasiyah dipegang oleh keturunan
mereka. Demikian halnya orang-orang Persia, mereka menginginkan sebuah daulah
dengan pemimpin yang berasal dari kalangan mereka.
Fanatisme kebangsan ini rupanya
menjadi salah satu pemicu perpecahan di dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah
sehingga memunculkan sentimen tertentu dikalangan bangsa-bangsa non Arab.
Perselisihan yang semakin meruncing tersebut kemudian berbuntut terhadap
perebutan kekuasaan dalam pemerintahan Daulah Abbasiyah.
Daulah Abbasiyah merupakan
pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta.
Perekonomian masyarakat sangat maju terutama dalam bidang pertanian,
perdagangan dan industri.
Ketika memasuki masa kemunduran
politik, perekonomian pun ikut mengalami kemunduran yang drastis sehingga
krisis ekonomi merusak tatanan ekonomi pada masa itu. Kecenderungan para
penguasa untuk hidup mewah, mencolok dan berfoya-foya kemudian diikuti oleh
para hartawan dan anak-anak pejabat ikut menyebabkan roda pemerintahan
terganggu dan rakyat menjadi miskin.
Munculnya daulah-daulah kecil
yang memerdekakan diri merupakan faktor yang paling sering muncul dalam
pemerintahan Daulah Abbasiyah. Kedudukan khalifah yang tidak cukup kuat membuat
para penguasa dan pelaksana pemerintahan memiliki kepercayaan yang rapuh
terhadap pemerintah pusat.
Dominasi bangsa Turki dan Persia
yang ingin memerdekakaan diri menjadi pemicu perpecahan dalam pemerintahan
Daulah Abbasiyah. Hal ini juga berakibat terhadap bangsa-bangsa lain yang jauh
dari pusat pemerintahan Daulah Abbasiyah berusaha memisahkan diri dari
kekuasaan Baghdad.
2.
Faktor External
Perang Salib yang terjadi antara
umat Islam dan Kristiani telah menanamkan benih-benih permusuhan yang kuat
antara umat Islam dan Kristen. Kebencian itu semakin kuat setelah peraturan
baru yang diterapkan oleh Daulah Bani Saljuk menyulitkan orang-orang Kristen
yang berkunjung ke Baitul Maqdis. Perang Salib terjadi dalam beberapa gelombang
dan banyak memakan korban dari pihak Islam dan Kristen. Dampak dari perang
salib tersebut, beberapa wilayah kekuasaan Islam berhasil dikuasai oleh tentara Kristen.
Serangan bergelombang Bangsa
Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan telah meluluhlantakkan Baghdad dan
seluruh penjuru wilayah kekuasaan Daulah Abbasiyah. Tragedi kemanusian berupa
penganiayaan dan penyiksaan berlangsung kurang lebih 40 hari dengan jumlah
korban yang mencapai ratusan ribu umat Islam pada waktu itu. Terbunuhnya
Khalifah Al-Mu`tashim menjadi penanda akhir dari Daulah Abbasiyah.
Runtuhnya kekuasaan Islam tidak
hanya dialami oleh Daulah Abbasiyah. Di belahan bumi yang lain juga mengalami
peristiwa yang hampir sama. Daulah Bani Ahmar di Andalusia juga berakhir dengan
tragis. Khalifah terakhir diusir dari Andalusia, bahkan seluruh umat Islam di
Andalusia dipaksa meninggalkan Andalusia atau tetap di Andalusia namun
berpindah keyakinan.
Daulah Mughal di India juga
mengalami hal serupa. Rapuhnya kondisi dalam negeri Daulah Mughal membuka
kesempatan Imperium Inggris berhasil masuk dan meruntuhkan kejayaan Mughal dan
kemudian menguasainya. Penjajahan ini kemudian berlangsung sampai negara India
berhasil memerdekakan diri.
Dari bebepa pelajaran di atas,
Syekh Amir Syakib Arselan mengungkap beberapa alasan mengapa umat Islam mundur
dan sulit untuk maju.
1.
Umat Islam sudah tidak benar-benar
mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan syari`at, khususnya Alquran dan
al-Hadis. Padahal itu adalah sumber pedoman hidup kita agar bahagia dunia dan
akhirat. Nabi SAW bersabda: “Aku
tinggalkan bagimu dua perkara, jika kamu berpegang teguh kepada keduanya kamu
tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul (hadis).
2.
Umat Islam tidak mau bersatu dan terpecah
belah. Padahal ummat Islam diperintahkan untuk bersatu. Allah sudah
mengingatkan kepada kita . QS. Ali Imran
: 103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni'mat
Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah, orang-orang
yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
3.
Mayoritas umat Islam terlalu cinta dunia dan
takut mati. Kebanyakan umat Islam lebih mementingkan kehidupan dunia dan
melupakan akherat. Padahal jelas-jelas kehidupan dunia ini hanya fatamorgana
dan telah dicontohkan oleh generasi pendahulu Islam mereka ikhlas betul dalam
menjalankan misi sebagai hamba Allah Swt tanpa melupakan kewajibannya untuk
beribadah kepada Allah Swt.
4.
Mundurnya umat Islam disebabkan hilangnya
semangat Jihad. Jihad adalah satu kesungguhan untuk berjuang di jalan Allah
Swt. Jihad adalah perjuangan yang sungguh-sungguh yang dilakukan karena
panggilan Illahi, yaitu perjuangan sungguh-sungguh dengan mengerahkan segala
potensi dan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan, khususnya dalam
mempertahankan kebenaran, kebaikan dan keluhuran.
C. Penjajahan
Bangsa Barat Atas Dunia Islam
Kebangkitan bangsa Barat bemula
dari semangat keilmuan yang begitu tinggi, telah membawa bangsa Barat pada
penemuan-penemuan baru dan banyak melakukan penjelajahan samudera, serta
revolusi industri hingga berakibat pada imperialisme terhadap bangsa-bangsa
Islam pada khususnya.
Perjalanan bangsa Barat ke Timur
Tengah dimulai ketika Daulah Usmani mengalami kemunduran sementara
bangsa-bangsa Barat mulai mengalami kemajuan di segala bidang, seperti
perdagangan, ekonomi, industri perang dan teknologi militer. Meskipun demikian,
nama besar Turki Usmani masih disegani oleh Eropa sehingga mereka tidak
melakukan penyerangan ke wilayah-wilayah kekuasaan kerajaan Islam. Namun,
kekalahan besar Kerajaan Usmani dalam menghadapi serangan bangsa Eropa di Wina tahun
1683 M membangkitkan kesadaran bangsa Barat bahwa Turki Usmani telah melakukan
perubahan-perubahan
Ekspedisi Inggris, Portugis,
Belanda, dan Spanyol dari abad ke 15 sampai 19 M di kawasan perdagangan
internasional Malaka, Gujarat, dan lainnya, telah membuka mata mereka terhadap
bangsa-bangsa Islam.
Misi politik untuk menguasai
negara-negara Islam digalakkan dengan devide
et impera (politik pecah belah), yaitu penjajah dengan segala cara
menciptakan pemisah antara kaum bangsawan dan rakyat kecil. Demikian halnya
antara satu penguasa dan penguasa negara Islam yang lain.
Setelah bangsa Barat menguasai
ekonomi dan politik negara-negara Islam, terdapat pula negara Barat yang
menjajah dunia Islam dengan melakukan penyebaran agama Kristen melalui missionaris atau zending.
Bangsa Barat yang memiliki ketiga
motivasi ini adalah Spanyol dan Portugis. Hal terebut tercermin pada semboyan
mereka, yaitu Gold (semangat untuk
mencari keuntungan), Glory (Semangat
untuk mencapai kejayaan dalam bidang kekuasaan), dan Gospel (semangat untuk menyebarkan agama Kristen di negara Islam
yang dijajah).
Imperialisme bangsa Barat telah
berdampak luas kepada hampir seluruh negara- negara muslim. Negara-negara Islam
yang pertama kali dikuasai oleh Barat adalah negara-negara Islam di Asia
Tenggara dan di Anak Benua India. Sedangkan negara- negara Islam di Timur
Tengah, yang masih berada di bawah kekuasaan kerajaan Usmani, baru berhasil ditaklukkan pada masa berikutnya.
Dengan persenjataan yang lebih
modern, bangsa Eropa mampu menguasai daerah-daerah kekuasaan Islam.
Bangsa-bangsa Eropa menjajah satu demi satu negara Islam.
Perancis menduduki Aljazair pada
tahun 1830, dan merebut Aden dari Inggris pada tahun 1839. Tunisia ditaklukkan
Perancis pada tahun 1881, Mesir dijajah oleh Inggris (1882 M), Sudan dijajah
oleh Inggris pada tahun 1889, Maroko dijajah oleh Perancis tahun 1911 M, Libya
dijajah oleh Italia tahun 1911 M. Sementara itu, wilayah Islam di Asia Tengah
juga tak luput dari penjajahan Barat.
Wilayah Jazirah Arab juga tidak
luput dari sasaran penjajahan. Suriah dan Lebanon juga pernah dikuasai oleh
Perancis (1918 M), Palestina dan Yordania juga pernah dikuasai oleh Inggris. Di
belahan belahan bumi lainnya, Rusia menjajah wilayah Islam di Asia Tengah,
seperti Kaukasia (1834-1859), Samarkand dan Bukhara (1866- 1872), dan
Uzbekistan (1873-1887). Hal tersebut merupakan imbas dari Perjanjian San
Stefano dan perjanjian Berlin antara Rusia dan Turki Usmani.
Demikianlah, Islam mengalami
krisis berkepanjangan, ditambah rongrongan bangsa-bangsa kapitalis yang merusak
seluruh tatanan politik, ekonomi, sosial dan budaya hingga moralitas
bangsa-bangsa Islam. Hal ini tentunya berdampak terhadap kebudayaan dan
perabadan bangsa-bangsa Islam yang telah dibangun dengan susah
payah
penuh perjuangan. Dinamika keislaman menjadi mati suri di bawah pengaruh
imperialisme bangsa Barat.