14 Februari 2021
BAB VII
TOKOH PENYEBAR AGAMA ISLAM DI INDONESIA SYAIKH ABDUL RAUF AS-SINGKILI DAN SYAIKH MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI
1.
Syaikh Abdur Rauf as-Singkili
Sekitar
tahun 1640, beliau berangkat ke tanah Arab untuk mempelajari ilmu-ilmu
keislaman. Abdur Rauf as-Singkili pernah bermukim di Mekah dan Madinah. Ia
mempelajari Tarekat Syattariyah dari gurunya yang bernama Ahmad Qusasi dan
Ibrahim al-Qur’ani. Kemudian, Abdur Rauf as-Singkili pernah menjadi Mufti
Kerajaan Aceh ketika diperintah oleh Sultanah Safiatuddin Tajul Alam.
Abdur Rauf
as-Singkili memiliki sekitar 21 karya dalam bentuk kitab-kitab tafsir, hadits,
fiqh, dan tasawuf. Beberpa karyanya antara lain sebagai berikut.
a.
Kitab Tafsir yang berjudul Turjuman al Mustafid (Terjemah
Pemberi Faedah), yakni merupakan kitab tafsir pertama yang dihasilkan di Indonesia.
b. Umdat al Muhtajin, yaitu karya terpenting
yang ditulis oleh Abdur Rauf as- Singkili.
Buku ini terdiri dari 7 bab yang memuat tentang dzikir, sifat Allah dan
Rasul-Nya, serta asal-usul ajaran mistik. Pada pembahasan di bab terakhir, beliau menceritakan
tentang riwayat hidupnya dan gurunya.
c.
Mir’at at-Tullab fi
Tahsil Ma’rifah Ahkam asy-Syar’iyah li al-Malik al-Wahab (Cermin bagi Penuntut Ilmu Fikih untuk
Memudahkan Mengenal Segala Hukum Syariat). Kitab ini memuat berbagai
masalah Madzhab Syafi’i yang merupakan panduan bagi para qadhi.
Abdur
Rauf as-Singkili meninggal di Aceh. Beliau dikenal dengan sebutan Tengku Syiah
Kuala. Sebagai penghargaan masyarakat Aceh kepada perjuangan beliau, maka
namanya dijadikan sebagai nama perguruan tinggi di Aceh, yaitu Universitas
Syiah Kuala. Kampus ini didirikan pada tahun 1961 di Banda Aceh.
Abdur Rauf as-Singkili memiliki sekitar 21 karya tulis yang terdiri
dari kitab tafsir, hadits, fiqh, dan tasawuf. Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari
lahir di Lok Gabang, Martapura, Kalimantan Selatan, pada tahun 1710 dari
pasangan Abdullah dan Siti Aminah. Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari dikirim ke
Makkah dan Madinah untuk belajar di sana selama lebih kurang 30 tahun.
Sekembalinya dari tanah suci, hal pertama yang dilakukan Syaikh Muhammad Arsyad
al-Banjari adalah membina kader-kader ulama dengan mendirikan “Kampung dalam
Pagar”.
2.
Syaikh Muhammad Arsyad al Banjari
Muhammad
Arsyad al-Banjari lahir di Lok Gabang, Martapura, Kalimantan Selatan pada tahun
1710. Beliau lahir dari pasangan Abdullah dan Siti Aminah. Setelah wafat,
beliau dikenal dengan sebutan Datuk Kalampayan karena dimakamkan di Desa
Kalampayan.
Ketika
masih kanak-anak, beliau diadopsi oleh Sultan Tahlilullah untuk dididik secara
tuntas. Bahkan, beliau dikirim ke Mekah dan Madinah untuk belajar di sana
selama lebih kurang 30 tahun.
Sebelum
berangkat ke tanah suci, beliau dinikahkan dengan seorang putri yang bernama Bajut
sebagai sarana untuk mengikat perasaan dengan keluarga di tanah air. Di antara
gurunya yang sangat berpengaruh adalah Syekh ‘Athaillah yang pernah memberikan
izin kepada Muhammad Arsyad al-Banjari untuk mengajar dan memberi fatwa di
Masjidil Haram. Selama belajar di tanah Suci ia berteman dengan para ulama, di
antaranya sebagai berikut.
a. Syaikh Abdus Samad al-Palimbani.
b. Abdul Wahab Bugis
dari Makassar yang kemudian menjadi menantunya (dinikahkan dengan Syarifah
binti Muhammad Arsyad al-Banjari).
c.
Syaikh
Abdurrahman Masri dari Jakarta.
Langkah
pertama yang dilakukan Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari sekembalinya dari
belajar di tanah suci adalah membina kader-kader ulama. Ia meminta kepada
Sultan Tamjidillah sebidang tanah untuk dijadikan sebagai pusat pendidikan. Di
tempat itu, dibangun rumah tinggal, ruang belajar, perpustakaan, serta asrama bagi para
santri.
Berkat
perjuangan keras beliau dengan dibantu menantunya akhirnya pusat pendidikan
tersebut ramai dikunjungi para santri dari berbagai daerah. Tempat tersebut
hingga
saat
ini dikenal dengan nama “Kampung dalam Pagar”. Sebab, para santri yang belajar
dilarang
meninggalkan tempat tersebut tanpa izin.
Muhammad
Arsyad al-Banjari juga aktif menulis buku. Di antara karyanya yang terbesar
adalah kitab yang berjudul Sabilul
Muhtadin (Jalan Orang yang Mendapat
Petunjuk). Karena keilmuan beliau yang luar biasa, Muhammad Arsyad
al-Banjari mendapat julukan “Matahari Agama” dari Banjar.