Kerajaan Samudera Pasai
Pasai didirikan pada
abad ke-11 oleh Meurah Khair. Kerajaan ini terletak dipesisir Timur Laut Aceh.
Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Pendiri dan raja
pertama Kerajaan Samudra Pasai adalah Meurah Khair. Ia bergelar Maharaja Mahmud
Syah (1042-1078). Pengganti Meurah Khair adalah Maharaja Mansyur Syah dari
tahun 1078-1133. Pengganti Maharaja Mansyur Syah adalah Maharaja Ghiyasyuddin
Syah dari tahun 1133-1155.
Raja Kerajaan Samudra Pasai
berikutnya adalah Meurah Noe yang bergelar Maharaja Nuruddin berkuasa dari tahun1155-1210. Raja ini dikenal
juga dengan sebutan Tengku Samudra
atau Sulthan Nazimuddin Al-Kamil. Sultan ini sebenarnya berasal dari Mesir yang ditugaskan sebagai laksamana
untuk merebut pelabuhan di Gujarat. Raja
ini tidak memiliki keturunan sehingga pada saat wafat, kerajaan Samudra Pasai dilanda kekacauan karena perebutan kekuasaan.
Meurah Silu bergelar Sultan Malik-al Saleh (1285-1297). Meurah Silu adalah
keturunan Raja Perlak (sekarang Malaysia) yang mendirikan dinasti kedua
kerajaan Samudra Pasai.
Pada masa pemerintahannya, system
pemerintahan kerajaan dan angkatan perang laut dan darat sudah terstruktur
rapi. Kerajaan mengalami kemakmuran, terutama setelah Pelabuhan Pasai dibuka.
Hubungan Kerajaan Samudra Pasai dan Perlak berjalan harmonis. Meurah Silu memperkokoh hubungan ini dengan
menikahi putri Ganggang Sari,
anak Raja Perlak. Meurah Silu berhasil memperkuat pengaruh Kerajaan Samudra Pasai di pantai timur Aceh dan
berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang
kuat di Selat Malaka. Raja-raja Samudra Pasai selanjutnya adalah Sultan
Muhammad Malik Zahir (1297-1326), Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345), Sultan
Manshur Malik Zahir (1345-1346), dan Sultan Ahmad Malik Zahir (1346-1383). Raja selanjutnya adalah Sultan Zainal Abidin (1383-1405). Pada
masa pemerintahannya, kekuasaan
kerajaan meliputi daerah Kedah di Semenanjung Malaya. Sultan Zainal Abidin
sangat aktif menyebarkan pengaruh Islam kepulau Jawa dan Sulawesi dengan
mengirimkan ahli-ahli dakwah, seperti Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak. Kerajaan Aceh berdiri menjelang
keruntuhan Samudera Pasai. Sebagaimana
tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M, Samudera Pasai ditaklukkan oleh
Majaphit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami kemudunduran.
Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh Darussalam
telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan
pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M).
Kerajaan Aceh
Pada awalnya,
wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar yang
dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naih tahta
menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah
Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar
tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur
Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat
Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh kolonial
Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu, untuk
menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia
taklukkan dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan
Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil
dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Sejarah mencatat
bahwa, usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari seluruh bumi Aceh
dengan menaklukkan kerajaan kerajaan kecil yang sudah berada di bawah Portugis
berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada di daerah Daya ia
gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke Pidie, Mughayat juga
menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke Pasai. Mughayat kemudian
melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut benteng Portugis di Pasai. Dengan
jatuhnya Pasai pada tahun 1524 M, , Aceh Darussalam menjadi satu-satunya
kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut. Kemenangan yang
berturut-turut ini membawa keuntungan yang luar biasa, terutama dari aspek
persenjataan. Portugis yang kewalahan menghadapi serangan Aceh banyak meninggalkan
persenjataan, karena memang tidak sempat mereka bawa dalam gerak mundur
pasukan. Senjata-senjata inilah yang digunakan kembali oleh pasukan Mughayat
untuk menggempur Portugis.
Ketika benteng
di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke Peurelak. Namun,pasukan Aceh
tidak memberikan kesempatan sama sekali pada Portugis. Peurelak kemudian juga
diserang, sehingga Portugis mundur ke Aru. Tak berapa lama, Aru juga berhasil
direbut oleh Aceh hingga akhirnya Portugis mundur ke Malaka. Sultan Iskandar
Muda Dalam sejarahnya, Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa
Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590 1636). Pada masa itu,
Aceh merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara.
Kerajaan Aceh pada masa itu juga memiliki hubungan diplomatik dengan dinasti
Usmani di Turki, Inggris dan Belanda. Pada masa Iskandar Muda, Aceh pernah
mengirim utusan ke Turki Usmani dengan membawa hadiah. Kunjungan ini diterima
oleh Khalifah Turki Usmani dan ia mengirim hadiah balasan berupa sebuah meriam
dan penasehat militer untuk membantu memperkuat angkatan perang Aceh. Wilayah
kekuasaan Aceh mencapi Pariaman wilayah pesisir Sumatra Barat, Perak diMalaka
yang secara efektif bisa direbut dari portugis tahun 1575.