Kerajaan Islam di Kalimantan
Kedua mubalig ini datang ke Kutai (Kalimantan Timur) setelah
orang-orang Makassar masuk Islam. Proses Islamisasi di sini dan daerah
sekitarnya diperkirakan terjadi sekitar 1575 M. Teori lain menya takan,
Islamisasi Kalimantan mungkin berlangsung atau dimulai dari Kerajaan Bru nei.
Pada masa itu, Brunei merupakan pelabuhan dagang yang paling terkenal di
Kalimantan.
Menurut Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto
dalam Sejarah Nasional III, di seluruh Kalimantan terdapat kerajaan-kerajaan
yang bercorak Islam, baik yang besar maupun yang kecil. Berikut ini tiga
kerajaan Islam yang pernah eksis di Kalimantan. Berikut ini tiga
kerajaan Islam yang pernah eksis di Kalimantan.
Kesultanan
ini ketika pertama kali berdiri mendapat pengaruh dari berbagai kebudayaan,
terutama kebudayaan Suku Dayak. Pengaruh Islam sendiri datang dari Kesultanan
Demak yang berbaur dengan Suku Melayu dan Banjar.
Kesultanan
Banjar diketahui berasal dari kerajaan Suku Dayak kuno bernama Kerajaan Nan
Sarunai. Menurut para ahli, kerajaan Nan Sarunai sudah ada sejak tahun 242
sampai 226 SM. Kerajaan Nan Sarunai bertahan sangat lama di wilayah Kalimantan,
hingga akhirnya runtuh pada abad ke-14 M setelah diserang oleh kerajaan
Majapahit.
Dalam
Hikayat Banjar dijelaskan mengenai penyerangan tersebut, dan orang-orang Dayak
menyebut keruntuhan kerajaan Nan Sarunai itu sebagai “Usak Jawa” atau
“Penyerangan oleh Kerajaan Jawa”.
Setelah
kerajaan Nan Sarunai runtuh, muncul kerajaan baru di wilayah Kalimantan
Selatan, yaitu Kerajaan Dipa. Kerajaan ini mendapatkan pengaruh dari kerajaan
Majapahit, sehingga bercorak Hindu.
Kerajaan
Dipa memerintah dalam kurun waktu yang cukup singkat. Kekuasaan kerajaan Dipa
berakhir pada masa pemerintahan Raden Sekar Sungsang, yang lengser pada 1448 M
karena permasalahan internal kerajaan.
Setelah
kerajaan Dipa runtuh, Raden Sekar Sungsang mendirikan sebuah pemerintahan baru
bernama kerajaan Daha, dan menjadi raja pertama dengan gelar Maharaja Sari Kaburangan.
Pada
masa pemerintahan Maharaja Pangeran Tumenggung, terjadi pemberontakan yang
dilakukan oleh Pangeran Samudera, yang diyakini sebagai pewaris sah kerajaan
Daha. Dalam penyerangannya tersebut, Pangeran Samudera dibantu oleh orang-orang
Melayu di tepian Sungai Barito.
Setelah
berhasil mengalahkan Maharaja Pangeran Tumenggung pada 1526, kerajaan Daha pun
hancur. Setelah itu berdirilah kesultanan Banjar yang bercorak Islam pertama di
Kalimantan Selatan, yang dipengaruhi Kesultanan Demak.
Setelah
diangkat menjadi raja pada 24 September 1526, Pangeran Samudera mendapat gelar
Sultan Suryanullah. Ia lalu memilih Banjarmasin sebagai pusat pemerintahan
Kesultanan Banjar. Wilayah Banjarmasin pun berubah menjadi bandar perdagangan
rempah-rempah di Kalimantan.
Belanda
kemudian mengetahui bahwa wilayah Banjarmasin memiliki komoditi lada hitam yang
bernilai tinggi di Eropa. Sehingga mereka melakukan ekspedisi pertama ke
kesultanan Banjar bermaksud menjalin hubungan dagang, namun permintaan VOC
tersebut ditolak.
Belanda
kemudian mengirimkan ekspedisi keduanya pada 14 Februari 1606, namun kembali
mendapat penolakan dari Kesultanan Banjar. Bahkan ekspedisi kali ini diwarnai
dengan pertempuran dengan masyarakat Banjar, dan berakhir dengan tewasnya
seluruh pasukan Belanda yang datang ke Banjarmasin.
Mengetahui
hal itu, Belanda mengirimkan eskpedisinya yang ketiga pada 1612. Kali ini,
Belanda memperkuat pasukannya dengan tiga buah kapal perang. Akibat dari
serbuan pasukan Belanda tersebut, Sultan Mustain Billah, memindahkan pusat
pemerintahan Banjar ke wilayah Martapura.
Kemudian
muncul nama Pangeran Antasari sebagai penguasa Kesultanan Banjar yang memimpin
rakyat melawan Belanda. Peristiwa tersebut dikenal dengan Perang Banjar,
berlangsung dari tahun 1859 sampai 1905. Pangeran Antasari dinobatkan sebagai
raja Banjar pada 1859 di hadapan para kepala suku Dayak dan penguasa-penguasa
wilayah kesultanan Banjar.
Pangeran
Antasari mendapat gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Namun
Pangeran Antasari hanya memimpin kesultanan Banjar hingga tahun 1862. Pangeran
Antasari dikabarkan meninggal dunia pada 11 Oktober 1862 akibat penyakit cacar.
Pangeran
Antasari kemudian digantikan oleh putranya, Muhammad Seman, yang memimpin
kesultanan Banjar cukup lama hingga akhirnya wafat pada 1905 ketika sedang
melakukan pertempuran dengan Belanda di Sungai Manawing. Dengan wafatnya
Muhammad Seman, maka berakhirlah kekuasaan kesultanan Banjar.
Belanda
kemudian menghapuskan status kesultanan Banjar dan memasukkan seluruh bekas kekuasaannya
ke dalam Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo di bawah kekuasaan
pemerintah Hindia Belanda.
Pada
24 Juli 2010, kesultanan Banjar, yang sebelumnya telah dihapus oleh pemerintah
Belanda sejak 1905, dihidupkan kembali statusnya oleh pemerintah Indonesia.
Walaupun sudah tidak memiliki kekuasaan secara politik, tetapi menjadi bagian
dari Provinsi Kalimantan Selatan.
2. Kerajaan Kutai
Karena
letak kerajaan yang strategis, yakni berada di jalur perdagangan antara Cina
dan India sehingga menunjang ekonomi kerajaan dan menjadi pintu masuknya bagi
agama Islam.