BAB 7
MENGHINDARI AKHLAK TERCELA
Assalamualaikum wr wb
Akhlak tercela
fitnah, ghibah dan namimah adalah perbuatan yang sangat merugikan dan
menghancurkan baik bagi individu yang melakukan ataupun bagi orang lain.
Membicarakan orang lain tidak sesuai dengan fakta atau yang kita kenal dengan
fitnah, berakibat sangat fatal. Seseorang dapat dihancurkan hidup dan harga dirinya
akibat perbuatan tersebut. Begitupun dengan ghibah dan namimah.
FITNAH
1.
Pengertian Fitnah
Dalam kitab Lisanul Arab, kata fitnah merupakan bentukmasdar dari fatana-yaftinu-fatnanatau fitnatan yang berarti ujian dan cobaan, yang asal mula katanya bararti membakar logam emas dan perak untuk membersihkan dan mengetahui kadarnya. Dalam kamus Al
Munawwir fitnah
adalah bermakna memikat, menggoda, membujuk, menyesatkan, membakar,
menghalang-halangi, membelokkan, menyeleweng, menyimpang, dan gila.
Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia, kata fitnah berarti perkataan
bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dng maksud menjelekkan
orang, seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang. Menurut
Mahmud Muhammad al Khazandar fitnah adalah sesuatu yang menimpa, individu atau
golongan, berupa kebinasaan atau kemunduran tingkatan iman, atau kekacauan di
dalam barisan Islam.
Kata fitnah,
meskipun diserap dari bahasa Arab apa adanya, makna dan penggunaannya dalam
bahasa kita sangat berbeda. Dalam bahasa kita, fitnah biasa diartikan sebagai
perkataan (tanpa dasar) yang dilancarkan untuk menjatuhkan atau merendahkan
martabat seseorang. Fitnah berintikan kebohongan yang diciptakan untuk membunuh
karakter (character assassination) seseorang karena persaingan ekonomi
(bisnis) atau terutama karena persaingan dalam politik. Dalam
Al Quran, kata fitnah dalam berbagai bentuknya digunakan untuk beberapa makna
diantaranya:
a.
Fitnah berarti al ikhtibar.
Yakni ujian dan cobaan, seperti pada ayat,
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ
فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (٢٨)
Adalah bencana (QS. al Anfal [8]: 25) atau siksaan dan penganiayaan yang sangat kejam dan melampaui batas-batas peri kemanusiaan, seperti interogasi disertai penyiksaan yang biasa dilakukan di tempat tahanan atau penjara. Pernyataan Alquran bahwa "Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan" (QS. al Baqarah [2]: 191) dimaksudkan untuk makna kedua ini. Hal ini disebabkan mati (dibunuh) tentu lebih ringan daripada dibiarkan hidup, tetapi disiksa secara biadab.
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ
خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٢٥)
“dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus
menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah
Amat keras siksaan-Nya”. (QS. al Anfal [8]: 25)
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ …(١٩١)
c.
Fitnah berarti al
'adzab.
Yakni siksa Allah di akhirat.
ذُوقُوا فِتْنَتَكُمْ
هَذَا الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تَسْتَعْجِلُونَ (١٤)
Rasakanlah siksaanmu itu. Inilah azab yang dulu kamu minta
untuk disegerakan." (QS al Dzariyat [51]: 14).
Berdasar uraian diatas, fitnah
bermakna ujian atau cobaan dalam berbagai macam bentuknya. Ada ujian yang buruk
seperti siksaan, kesusahan, penderitaan, penyakit.
2.
Bahaya
Perilaku Fitnah
a. Merusak Keharmonisan Keluarga dan
Masyarakat
Dalam sejarah Islam
terkenal sebuah kisah besar tentang fitnah yang menimpa ‘Aisyah istri
Rasulullah SAW, yang telah diftnah berbuat selingkuh dengan salah seorang
shahabat bernama Shafwan bin Mu’aththal. Orang-orang munafiq menghembuskan
fitnah itu dalam rangka mendiskreditkan keluarga Rasulullah SAW.
Dengan menyebarkan
fitnah itu mereka berharap bahwa Rasulullah SAW beserta keluarganya akan
kehilangan kepercayaan dari kaum muslimin. Kepercayaan adalah pintu kesetiaan,
kesetiaan adalah pintu untuk mendapatkan dukungan dan dukungan adalah pintu
untuk meraih keberhasilan. Maka untuk menggagalkan dukungan dari kaum muslimin,
orang-orang munafiq menebarkan fitnah untuk menghilangkan kepercayaan kaum
muslimin kepada Rasulullah dan keluarganya.
Begitu besarnya
bahaya fitnah tersebut terhadap kelangsungan dakwah Rasulullah SAW, maka Allah
merasa perlu membersihkan nama ‘Aisyah dengan menurunkan beberapa ayat-Nya, QS.
an Nur [24]: 12
لَوْلا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ (١٢)
“mengapa di
waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak
bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata:
"Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."
b. Merusak karakter dan nama baik
individu lain
Perilaku
fitnah merugikan idifidu lain, malah menyebabkan hilangnya perasaan kasih
sayang, hormat dan kepercayaan di kalangan masyarakat,
sehingga runtuh segala sendi kebahagiaan hidup bermasyarakat.
Diantara faktor yang menimbulkan fitnah ialah dorongan perasaan iri hati atau dengki terhadap
orang lain, ditambah minimnya iman, memperturutkan hawa nafsu dan sulit menerima
kebenaran.
Seseorang
melakukan fitnah kepada saudaranya dapat
terjadi karena ingin mendapatkan kuasa, pengaruh serta kepercayaan
orang terhadap diri dan dakwaannya, malah ingin menunjukkan
dirinya seorang yang lebih baik daripada saudaranya itu. Keadaan ini biasanya dibarengi dengan usaha
membeberkan keburukan yang pernah dilakukan orang lain yang bisa jadi tanpa
dasar, sehingga karakter dan nama baiknya rusak.
c. Menyebar Permusuhan dan
perpecahan
Persatuan dan solidaritas
merupakan langkah logis dan rasional, juga sesuai dengan ajaran agama Islam.
Sebaliknya perpecahan merupakan fenomena tidak logis dan bertentangan dengan
karakter manusia bahkan bertentangan dengan anjuran Al Quran.
Tidak dapat
dimungkiri bahwa dampak dari fitnah bukan saja terhadap mereka yang difitnah,
tapi juga terhadap masyarakat luas. Di tanah air kita sendiri seringkali
terjadi keributan dan kerusuhan yang disebabkan oleh fitnah dan adu domba.
Begitu besarnya bahaya dan dosa fitnah, Bahkan, Nabi Muhammad SAW SAW lebih
mempertegasnya lagi dengan sabdanya, ''Tidak akan masuk surga orang yang
menghambur-hamburkan fitnah (suka mengadu domba).'' (HR. Abu Dawud dan
Thurmudzi).
d. Menyesatkan Kebenaran Informasi
Pelaku fitnah pada
dasarnya dilakukan oleh mereka yang pengalaman religiusnya rendah, sehingga
mempunyai kecenderungan mengada-adakan informasi yang bertentangan dengan
ajaran agama dan bahkan melakukan banyak kegiatan yang mengarah pada berbagai
bentuk kemusyrikan serta menolak kebenaran.
Fitnah dalam beberapa
hal dan keadaan tertentu, dapat menyesatkan manusia. Al-Qur'an berulang-kali
menceritakan kisah orang-orang yang tersesat. Sebagai contoh, ketika Musa
meninggalkan umatnya, mereka mengikuti Samiri yang membuat patung anak sapi dan
memujanya.
فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا جَسَدًا
لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَذَا إِلَهُكُمْ وَإِلَهُ مُوسَى فَنَسِيَ (٨٨)أَفَلا يَرَوْنَ
أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا (٨٩)وَلَقَدْ
قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ
الرَّحْمَنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي (٩٠)
“kemudian Samiri
mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan
bersuara, Maka mereka berkata:
"Inilah Tuhanmu dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa". Maka Apakah
mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi
jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudharatan kepada mereka dan
tidak (pula) kemanfaatan? dan
Sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: "Hai kaumku,
Sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu. itu dan Sesungguhnya
Tuhanmu ialah (tuhan) yang Maha pemurah, Maka ikutilah aku dan taatilah
perintahku".
(QS. Thaha [20]: 88-90)
3.
Menghindari
Perilaku Fitnah
a.
Meningkatkan
keimanan
Iman yang benar
dan akidah yang lurus itu memiliki pengaruh yang besar dan peran yang sangat
vital untuk membantu mengatasi dan menyikapi berbagai kejadian dan musibah
serta ujian yang menimpa manusia. Hal itu dikarenakan seorang yang memiliki
iman dan akidah yang benar mendapatkan berbagai prinsip dan kaedah penting dari
agamanya. Seorang mukmin tidak akan terpengaruh dan merasa takut dengan
berbagai propaganda. Bahkan seorang mukmin itu jika ditakut-takuti dengan
berbagai sesembahan selain Allah maka dia akan semakin beriman dan yakin kepada
Allah sebagaimana para sahabat. Firman Allah QS. Ali Imran: 173-174)
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ
إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (١٧٣)فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ
وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ
عَظِيمٍ (١٧٤)
“
(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada
orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan
pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", Maka
Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah
Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung". Maka
mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak
mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai
karunia yang besar.”
b.
Menerima
dan menyebar informasi secara proporsional
Tidak
menyebarkan semua berita yang didengar, terlebih berita yang bisa menimbulkan
kekhawatiran atau rasa aman di tengah-tengah masyarat.Sebagian orang ketika
timbul fitnah sangat bersemangat untuk menyebarkan berita apa pun keadaannya
dan menyampaikannya sebagaimana yang dia dengar tanpa mengecek berita yang
benar dan berita yang salah. Demikian juga tanpa mempertimbangkan dampak yang
timbul jika berita tersebut disebarluaskan.
Ada beberapa
langkah yang harus dilakukan menyikapi adanya suatu berita.memastikan keabsahan
beritasumber berita atau penyampai berita merenungkan dan menimbang-nimbang
apakah menyebarluaskan berita itu bermanfaat bagi manusia baik dari sisi agama
ataupun dunia ataukah malah menimbulkan bahaya berupa masyarakat menjadi
ketakutan, merasa resah dan sebagainya.Oleh karena itu, untuk berita semacam
ini Allah berfirman dalam QS. an Nisa’ : 83.
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الأمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا
بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الأمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ
الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ
لاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلا قَلِيلا (٨٣)
dan apabila datang kepada mereka
suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan
kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka,
tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat)
mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). kalau tidaklah karena karunia
dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali
sebahagian kecil saja (di antaramu).”
c.
Bersikap sabar dan mengharap rahmat Allah
Sesungguhnya ujian dan cobaan
yang datang bertubi-tubi yang menerpa hidup manusia merupakan satu
ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Bagi orang-orang mukmin sabar adalah
solusi, dalam menghadapi berbagai macam ujian dan cobaan hidup di dunia ini.
Kesabaran merupakan perkara yang amat dicintai oleh Allah. Dengan berbagai
musibah yang datang silih berganti ini, hendaknya seorang bermuhasabah diri dan
makin mendekatkan diri kepada Allah swt. Karena tidak ada yang bisa memberikan
solusi terbaik dari berbagai ujian dan cobaan hidup melainkan hanya Allah.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ
وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
(١٥٥)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ (١٥٦)أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ
هُمُ الْمُهْتَدُونَ (١٥٧)
dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
"Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang
sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk.(QS.
al Baqarah [2]: 155-157)
d.
Bersikap
bijaksana
Pemahaman yang tepat terhadap
realitas informasi al Quran bahwa kehidupan dunia adalah tempat terjadinya
fitnah/ ujian yang berfungsi untuk membedakan apakah seseorang itu benar-benar
beriman atau tidak.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا
آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ (٢)وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ
اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (٣)
“ Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang
mereka tidak diuji lagi? dan
Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta". (QS. Al Ankabut : 2-3)
e.
Memohon agar terhindar yang membahayakan diri
dan lingkungan dari ujian
Bagi orang beriman yang memahami hakekat kehidupan dunia, tetap
belum aman terhadap fitnah, karena syetan selalu mengawasi mereka dan
menggodanya sehingga orang beriman itu, lalai, jatuh dan terkena fitnah dunia
dengan segala macamnya.
رَبَّنَا لا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ
كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (٥)
“Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan
Kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. dan ampunilah Kami Ya Tuhan kami.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-Mumtahanah : 5)
Rasulullah selalu mengajarkan
kepada umatnya agar berlindung kepada Allah dari berbagai macam fitnah yang
membahayakan manusia. Diantara do’a Rasul saw. untuk membentengi fitnah
tersebut yaitu :
اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بِكَ مِنَ البُخْلِ، وَأَعوذُ بِكَ مِنَ
الجُبْنِ، وَأعُوذُ بِكَ أنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ العُمُرِ، وَأعُوذُ بِكَ مِنْ
فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ
“Ya Allah,
aku berlindung kepada-Mu dari kebakhilan, aku berlindung kepada-Mu dari sifat
pengecut, aku berlindung kepada-Mu dari kepikunan, dan aku berlindung kepada-Mu
dari fitnah dunia dan siksa kubur”. (HR.
Al-Bukhari, Al-Tirmidzi, al-Nasai, dan Ahmad)
NAMIMAH
1.
Pengertian Namimah
Secara etimologi, dalam bahasa Arab, namimah
bermakna suara pelan atau gerakan. Namimah
mengandung arti mengadu domba antara pihak satu dengan pihak yang lain. Al Baghawi
menjelaskan bahwa namimah adalah mengutip suatu perkataan dengan tujuan
untuk mengadu domba antara seseorang dengan si pembicara. Menurut Al Hafizh
Ibnu Hajar Al Asqalaani namimah adalah membeberkan sesuatu yang tidak
suka untuk dibeberkan. Baik
yang tidak suka adalah pihak yang dibicarakan atau pihak yang menerima berita,
maupun pihak lainnya. Baik yang disebarkan itu berupa perkataan maupun
perbuatan. Baik berupa aib ataupun bukan. Orang yang mempunyai penyakit hati
namimah suka sekali menyebarkan berita yang menimbulkan kekacauan antara
manusia. Contoh dari Namimah ini:
Ketika si A
berkata kepada si B tentang si C; bahwa si C itu orangnya tamak, rakus, lalu si
B tanpa tabayyun (klarifikasi) menyampaikan kepada si C perkataan si A dengan
tujuan agar si C marah dan benci kepada si A, sehingga dengan demikian si B
dapat dikatakan sebagai orang yang berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai
penyebar fitnah.
2.
Nilai
negatif perilaku Namimah
a.
Mendapat dosa
Rasulullah SAW
mengingatkan kaum muslimin agar jangan melakukan namimah, karena namimah
merupakan dosa besar, kelak Allah mengazabnya di dalam kubur dan tidak dapat
masuk surga,
عَنْ حُذَ يْفَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَيَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَامٌ
“Tidak akan bisa masuk
surga orang yang suka melakukan namimah”. (HR.
Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain
dikatakan bahwa ketika Rasulullah SAW melewati dua kuburan, beliau mendengar
orang yang berada di dalamnya sedang disiksa oleh para malaikat. Lalu beliau
bersabda pada para sahabat yang beserta beliau : Pelaku
namimah juga diancam dengan adzab di alam kubur. Ibnu Abbas meriwayatkan,
عَنْ عبد الله بنِ
عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ
فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا
أَحَدُهُمَا فَكَانَ لا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ
يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ فأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ
فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ
هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
“Daripada Abdullah bin Abbas ra
dia berkata, Nabi SAW melewati dua kubur.
Baginda lantas bersabda, “Sungguh keduanya sedang disiksa, dan tidaklah
keduanya disiksa kerana perkara besar. Salah seorang dari keduanya tidak
bertabir dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, berjalan sambil namimah
(suka mengadu domba).” Baginda lantas mengambil pelepah kurma yang basah dan
membelahnya menjadi dua bahagian, lalu Baginda menancapkan di masing-masing
kubur tersebut satu belahan. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah. Mengapa
anda melakukan hal ini?” Baginda menjawab, “Semoga ia dapat meringankan
siksaannya, selama keduanya belum kering”. (Riwayat Bukhari dan Muslim)
b.
Mendapat predikat orang fasik
Allah mensifati pelaku namimah sebagai orang fasiq yakni
orang yang menyaksikan tetapi tidak meyakini dan melaksanakan. Ia juga
bermaksud melakukan maksiat, meninggalkan perintah Allah, dan menyimpang dari
jalan yang benar. Berita dari seorang yang diduga pelaku namimah dibutuhkan
klarifikasi, cek dan ricek akan kebenarannya. Atau tidak segera menyebarkan
berita yang tidak jelas sumbernya tersebut sebelum jelas kedudukannyasebagaimana firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ
فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى
مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (٦)
“Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu
berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu”. (QS. Al
Hujurat: 6)
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ غَنْمٍ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ ص: خِيَارُ
عِبَادِ اللهِ الَّذِيْنَ اِذَا رُءُوْا ذُكِرَ اللهُ، وَ شِرَارُ عِبَادِ اللهِ
اْلمَشَّاءُوْنَ بِالنَّمِيْمَةِ اْلمُفَرّقُوْنَ بَيْنَ اْلأَحِبَّةِ
اَلْبَاغُوْنَ لِلْبُرَآءِ اْلعَنَتَ
“Dari ‘Abdurrahman bin Ghanmin, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sebaik-baik
hamba Allah ialah orang-orang yang apabila mereka itu dipuji, disebutlah nama
Allah, dan seburuk-buruk hamba Allah ialah orang-orang yang berjalan
kesana-kemari berbuat namimah, orang-orang yang memecah persatuan dengan
mencari-cari cela dan keburukan orang-orang yang bersih”. (HR. Ahmad)
c. Informasi
yang diberikan menyesatkan
Dalam keseharian kadangkala kita
mendengar berita yang tidak jelas asal-usulnya, atau isu yang diperbesarkan dalam
lembar provokasi.
Berita itu kadang terkait dengan kehormatan seseorang muslim, atau dengan
jabatan. dengan jelas kita dilarang percaya kepada berita angin, sebelum
memastikan kebenaran berita. Jika jelas yang membawa berita adalah orang dikenal
sebagai provokator keburukan, maka wajib bagi kita untuk tidak mempercayai
karena akan cenderung menyesatkan.
وَلا تُطِعْ كُلَّ حَلافٍ مَهِينٍ
(١٠)هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ (١١)
“ dan janganlah kamu ikuti Setiap orang
yang banyak bersumpah lagi hina. yang banyak mencela, yang kian ke mari
menghambur fitnah.
yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa”, (QS. Al
Qalam: 10-11)
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: اِنَّ مُحَمَّدًا ص قَالَ: اَلاَ
اُنَبّئُكُمْ مَا اْلعَضْهُ. هِيَ النَّمِيْمَةُ اْلقَالَةُ بَيْنَ النَّاسِ. وَ
اِنَّ مُحَمَّدًا ص قَالَ: اِنَّ الرَّجُلَ يَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ صِدّيْقًا وَ
يَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia
berkata : “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW
pernah bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian, apakah al-’adlhu itu ?.
Al-’adlhu adalah perbuatan namimah yang tersebar di tengah-tengah manusia”. Dan
sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang berbuat jujur sehingga
dicatat sebagai orang yang jujur, dan seseorang berbuat dusta sehingga dicatat
sebagai pendusta”. (HR. Muslim)
d. Menimbulkan sikap saling membenci
Namimah termasuk
cara syaitan yang paling keji untuk memisahkan persatuan antara dua kelompok, merusak ukhuwah (persaudaraan) dan mahabbah
(rasa kasih sayang).
المُسْلِمُ أخُو المُسْلِمِ ، لاَ
يَظْلِمُهُ ، وَلاَ يُسْلِمُهُ . مَنْ كَانَ في حَاجَة أخِيه ، كَانَ اللهُ في
حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ بِهَا
كُرْبَةً مِنْ كرَبِ يَومِ القِيَامَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِماً سَتَرَهُ اللهُ
يَومَ القِيَامَةِ
“Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain, dia tidak
menzaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada musuh), barangsiapa yang memenuhi
keperluan saudaranya (Muslim) nescaya Allah akan memenuhi keperluannya,
barangsiapa yang menghilangkan kesusahan seorang Muslim nescaya Allah akan
menghilangkan kesusahan-kesusahannya pada Hari Kiamat, dan barangsiapa menutupi
aib seorang Muslim nescaya Allah akan menutupi aibnya pada Hari Kiamat”. (Riwayat Bukhari dan
Muslim)
e. Merusak hubungan persahabatan
Al-Qur’an telah
menyatakan bahwa perbuatan namimah atau mengadukan perkataan seseorang kepada
orang lain dengan tujuan merusak atau mengadu domba, pelakunya dicap oleh
Al-Qur’an sebagai orang fasik. Oleh karena itu, Allah berpesan, jika kita menghadapi
orang-orang seperti itu, kita harus mengecek kebenaran perkataannya. Karena
lidah orang yang suka namimah pandai menyebarkan fitnah, sehingga akhirnya akan
menimpa orang-orang yang tak tahu menahu. Setelah itu baru kita sadar dan
menyesal, apa yang telah dikatakannya tiada lain fitnah belaka.
اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ
الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim (yang baik)
adalah seseorang, yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya”. (HR. Bukhari)
3.
Menghindari
perilaku Namimah
a.Menjaga
lisan
Berusaha dan
bersungguh-sungguhlah untuk menjaga lisan dan menahannya dari perkataan yang
tidak berguna, apalagi dari perkataan yang karenanya saudara kita tersakiti dan
terdzalimi. Bukankah mulut
seorang mukmin tidak akan berkata kecuali yang baik.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir maka ucapkanlah (perkataan) yang baik atau diam”.(HR. Bukhari)
b. Berusaha
selalu dekat dengan Allah (muqarabah)
Muraqabah
adalah salah satu sifat mulia, dimana seseorang yang senantiasa muraqabah
kepada Allah, maka dia akan merasakan bahwa dirinya merasa diawasi Oleh Allah, karena
dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat, Maha Mengetahui,
Maha Mendengar, tidak satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini maka dia merasa
takut untuk berbuat Namimah.
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ ...(٤)
dan Dia (Allah) bersama kamu dimana saja kamu
berada. (QS.al-Hadiid: 4)
c. Mengakui
kesalahan dengan meminta maaf
Bila sudah
terlanjur memanas-manasi keadaan, maka dia harus segera meluruskan kembali
permasalahannya sehingga suasana menjadi tenteram kembali, kemudian meminta
maaf kepada keduanya. Jika telah terjadi permusuhan dan perselisihan antar
pihak yang diadu domba, maka dia harus berusaha untuk mendamaikanya kembali dan
meminta maaf kepada kedua belah pihak serta berjanji tidak akan mengulanginga
lagi. Kesadaran tersebut tumbuh akan keyakinan bahwa Allah selalu mengawasi dan
adanya Malaikat yang mengawasi,
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
(٣٦)
“Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (QS. Al
Isra’: 36)
d. Intropeksi diri (muhasabah)
Mengenal diri
sendiri adalah pijakan awal untuk mengembangkan diri, dan instrospeksi diri
adalah langkah awal untuk mulai mengenal diri sendiri. Introspeksi diri sangat
diperlukan karena proses tidak selalu berjalan konstan. Pengalaman yang serupa
tidak selalu memberi hasil yang sama, selalu ada keterbatasan dan perbedaan
sudut pandang.
Introspeksi diri
diawali dengan sikap rendah hati, menyadari bahwa kita tidak luput dari
kekeliruan dan kesalahan. Orang yang sombong tidak mau melakukan evaluasi diri
karena selalu merasa benar. Akibatnya tidak ada pertumbuhan pribadi, karena
hanya bersikap menyalahkan orang lain, situasi atau bahkan Tuhan. Introspeksi
diri bukan berarti bersikap menghakimi atau menyalahkan diri sendiri. Tetapi
bentuk kebesaran hati untuk memperbaiki dan mengembangkan diri sendiri kearah
yang lebih baik.
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ
أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (١٩)
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah,
lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah
orang-orang yang fasik”. (QS.
Al Hasyr: 19).
GHIBAH
Secara bahasa, Ghibah
berasal dari bahasa Arab dengan akar kata ghaaba, yang berarti tidak
hadir atausesuatu yang tertutup dari
pandangan. Kata gibah
dalam bahasa Indonesia berarti menggunjing yakni, menyebutkan kata-kata
keji atau meniru-niru suara atau perbuatan orang lain dibelakangnya (tidak
dipintunya) dengan maksud untuk menghinanya.
Menurut Ibnu Mas’ud,
ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang kau ketahui pada saudaramu, dan jika
engkau mengatakan apa yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan.
Syaikh Salim Al-Hilali menjelaskan Ghibah adalah menyebutkan aib (saudaramu)
dan dia dalam keadaan tidak hadir dihadapan engkau (goib). Jadi ghibah adalah
menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak
suka (jika hal itu disebutkan).
Ghibah
dilakukan dengan cara bermacam-macam diantaranya membeberkan aib, meniru
tingkah lakuatau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkandengan cara
mengolok-ngolok.
Hukum ghibah adalah haram.
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي
الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ
وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (١٩)
“Sesungguhnya
orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di
kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di
akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”. (QS. An
Nur: 19)
عن أبي هريرة, أنّ رسول الله صلىّ
الله عليه و سلّم قال : أَتَدْرُوْنَ مَاالغِيْبَةُ ؟ قالوا : اللهُ و
رسوْلُهُ أَعْلمُ. قال ذِكرُكَ أخاك بمَا يَكْرَهُ قيل : أفرأيْتَ إنْ كان
في أخي مَا أَقولُ ؟ قال: إنْ كانَ فيه مَا تَقولُ , فقدْ اغْتَبْتَهُ. و إنْ لمْ
يكنْ فِيه, فقد بَهَتّهُ
“Telah berkata kepada
kami, Yahya ibn Ayyub dan Qutaibah serta Ibn Hujr. Mereka berkata: telah
berkata kepada kami Ismail dari ‘Ala’ dari ayahnya dari Abu Hurairah,
Rasulullah saw bersabda: (tahukah kamu apakah ghibah (menggunjing) itu?),
mereka menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi saw berkata: (yaitu
pembicaraanmu tentang saudaramu yang ia tidak sukai). Ditanyakan kepada Rasul:
bagaimana menurutmu jika saudaraku yang aku bicarakan sesuai dengan apa yang
aku bicarakan? Nabi saw menjawab: (jika ia benar seperti apa yang kamu
bicarakan, berarti kamu menggunjingnya), dan jika ia tidak seperti yang kamu
biicarakan berarti kamu telah mendustakannya.)” (HR. Muslim)
Batas ghibah adalah
membicarakan sesuatu yang terdapat pda orang lain, yang jika sampai kepada dia
tidak akan menyukainya. Pembicaraan itu misalnya
;
a.
Pembicaraan yang berkenaan dengan Keburukan atau kekurangan
tubuhnya, misalnya menyebutkan bahwa orang itu penglihatannya rabun, kepalanya
juling, kepalanya botak atau sifat-sifat lain yang sekiranya tidak disukai
untuk dibicarakan
b.
Pembicaraan yang berkenaan dengan keturunan, misalnya
menyebutkan ayahnya bahwa seorang yang fasik, seorang yang struktur sosialnya
rendah atau sebutan-sebutan lainnya yang tidak disukai jika dibicarakan.
c.
Pembicaraan yang berkenaan dengan akhlak, misalnya
menyebutkan orang itu kikir, congkak, sombong, atau sifat lain yang tidak
disukai jika dibicarakan.
d.
Pembicaraan yang berkenaan dengan masalah agama, misalnya
menyebutkan bahwa orang itu pencuri, pendusta, peminum khamar, penghianat,
penganiaan atau sebutan-sebutan lain yang tidak suka dibicarakan.
e.
Pembicaraan yang berkenaan dengan urusan dunia, misalnya
menyebutkan bahwa orang itu berbudi pekerti rendah, menganggap remeh
orang lain, tidak pernah menganggap hak orang lain pada dirinya, dan
sebutan-sebuatn lain yang tidak disukai jika dibicarakan.
1.
Nilai
negatif perilaku Ghibah
a.
Mendapat dosa
Al Quran
menceritakan tentang orang-orang musyrik yang memperolok orang-orang mukmin, di
hari kiamat, neraca menjadi terbalik, yang mengolok-olok menjadi yang
diolok-olok dan ditertawakan.
إِنَّ الَّذِينَ
أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ (٢٩)وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ
يَتَغَامَزُونَ (٣٠)وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ
(٣١)وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلاءِ لَضَالُّونَ (٣٢)وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ
حَافِظِينَ (٣٣)فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ (٣٤)
“Sesungguhnya
orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang
beriman. dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling
mengedip-ngedipkan matanya. dan apabila orang-orang yang berdosa itu kembali
kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. dan apabila mereka melihat
orang-orang mukmin, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar
orang-orang yang sesat", Padahal orang-orang yang berdosa itu tidak
dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mukmin. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang
kafir”. (QS. Al
Muthaffifin: 29-34)
Ghibah juga sama dengan riba,
bahkan lebih berat lagi dosanya. Sebagaimana Abu Ya’la meriwayatkan, Bahwa
Rasulullah SAW bersabda: Seberat-berat riba di sisi Allah
ialahmenganggap halal mengumpat kehormatan seorang muslim. Dosa ghibah
juga lebih besar daripada berbuat zina, “Hati-hatilah kamu dari ghibah,
karena sesungguhnya ghibah itu lebih berat dari pada berzina. Ditanya,
bagaimanakah? Jawabnya, "Sesungguhnya orang yang berzina bila bertaubat
maka Allah akan mengampuninya, sedangkan orang yang ghibah tidak akan diampuni
dosanya oleh Allah, sebelum orang yang di ghibah memaafkannya”. (HR
Albaihaqi, Atthabarani, Abu Asysyaikh, Ibn Abid)
b. Merendahkan
derajat manusia
Panggilan yang buruk ialah gelar yang
tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang
yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan
sebagainya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلا نِسَاءٌ
مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلا
تَنَابَزُوا بِالألْقَابِ بِئْسَ الاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الإيمَانِ وَمَنْ لَمْ
يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (١١)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang
laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu
lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka
mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung
ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.. (QS. Al
Hujurat: 11)
c.
Berperasangka buruk dan menghancurkan martabat seseorang
Ketahuilah bahwasanya
berprasangka buruk merupakan perkara yang haram sebagaimana perkataan yang
buruk. Sebagaimana haram bagimu untuk menyampaikan kepada orang lain tentang
kejelekan-kejelekan saudaramu dengan lisanmu maka demikian juga tidak boleh
bagimu untuk menyampaikan kepada hatimu (tentang kejelekan-kejelekan saudaramu)
dan engkau berprasangka buruk terhadap saudraramu itu. Ghibah juga
berakibatmenghancurkan
moralitas manusia dan merenggut martabat dan kualitas-kualitas mulia dengan
kecepatan yang menakjubkan.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ
إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ...(١٢)
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain”. (QS. Al
Hujurat: 12)
Sabda Nabi
SAW, "Takutlah kepada Allah (hai lidah) di dalam memelihara keselamatan
kami (anggota jasmani), sebab kami tergantung kepadamu, maka jikalau kamu lurus
niscaya kami pun jadi lurus, dan jikalau kamu bengkok niscaya kami pun
jadi bengkok (pula)."(HR. Tirmidzi)
d. Pemakan
bangkai
Pelaku
ghibah disamakan dengan pemakan bangkai, suatu makanan yang tentu menjijikan
dan tidak disukai,
أَيُحِبُّ
أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوه
“Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya”. (QS. Al
Hujurat: 12)
e. Pembicaraan
selalu buruk
Menceritakan dan mengadukan buruk dengan terang-terangan
baik dihadapan seseorang maupun dalam komunitas masyarakat tentu akan menambah
sedih jika hal tersebut diketahui oleh yang bersangkutan,walaupun pada tataran
tertentu perilaku tersebut boleh dilakukan.
لا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ
بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا
(١٤٨)
“Allah tidak menyukai Ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus
terang kecuali oleh orang yang dianiaya”. (QS. An
Nisa’: 148)
f. Membawa
berita bohong (gosip)
Menceritakan kejelekan orang lain ada dua jenis,
yaitu yang benar-benar terjadi dan yang tidak benar-benar terjadi. Adapun yang
benar-benar terjadi disebut ghibah,
Sedangkan jika cerita tersebut adalah karangan/khayalan yang tidak benar-benar
terjadi maka disebut fitnah. Beberapa berita di infotaiment, sebagian besar
adalah ghibah namun sebagian besar mengenai fitnah/gosip.
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالإفْكِ
عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ
مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الإثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ
عَظِيمٌ (١١)
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu
adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu
buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari
mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara
mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu
baginya azab yang besar”. (QS. An
Nur: 11)
2. Menghindari
perilaku Ghibah
a. Bersikap
Pemaaf
Pemberian maaf atau menyembunyikan
suatu keburukan adalah lebih baik. Hal ini dalam firman
Allah,
إِنْ تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَنْ
سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا (١٤٩)
“Jika kamu melahirkan sesuatu
kebaikan atau Menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), Maka
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa”. (QS. An
Nisa’: 149)
b. Menjaga
pembicaraan dan memikirkan lebih dulu
Hendaknya sebelum berucap kita renungkan dahulu akibat
yang timbul dari ucapan-ucapan kita.Janganlah seseorang sampai mengeluarkan
sebuah kata dengan sia-sia. Bahkan janganlah ia berbicara kecuali tentang
sesuatu yang mendatangkan keuntungan dengan merenungkan terlebih dahulu, apakah
perkataan tersebut mendatangkan keuntungan dan berfaedah atau tidak.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّهُ
سَمِعَ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم يَقُوْلُ : إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَة مِنْ سَخَطِ اللهِ لاَ يُلْقِيْ لَهَا بَالاً يَهْوِيْ بِهَا فِيْ
جَهَنَّمَ
“Dari Abu Huroiroh ra, bahwasanya beliau mendengar Nabi
SAW bersabda :”Sungguh seorang hamba
benar-benar akan mengatakan suatu kalimat yang mendatangkan murka Allah yang
dia tidak menganggap kalimat itu, akibatnya dia terjerumus dalam neraka
jahannam gara-gara kalimat itu”.(HR. Bukhari)
c.
Mempertebal rasa percaya diri
Orang yang tidak
percaya diri, suka mengikut saja perbuatan orang lain, sehingga ia mudah
terseret perbuatan ghibah temannya. Bahkan ia pun berpotensi menyebabkan
ghibah, karena tak memiliki kebanggaan terhadap dirinya sendiri sehingga lebih
senang memperhatikan, membicarakan dan menilai orang lain. Oleh
karena itu salah satu cara adalah mempertebal rasa percaya diri untuk tidak
terlibat perbuatan ghibah.
d. Menghindar
dengan melakukan aktifitas lain
Hindarilah segala sesuatu yang mendekatkan kita pada ghibah. Seperti acara-acara bernuansa ghibah di televisi dan radio. Juga berita-berita koran dan majalah yang membicarakan kejelekan orang. Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka akan kesalahannya. Jika tak mampu, setidaknya anda diam dan tak menanggapi ghibah tersebut. Atau anda memilih hengkang dan menyelamatkan diri.
Pelajari materi akhlak tercelah kemudian kirim WA ke saya sebagai absensi kalian selamat belajar semoga sehat selalu