Sejarah
Kerajaan Malaka
Pada Awal abad ke-15 M, terjadi perang samudra di kerajaan majapahit.
Dalam peperangan tersebut. seorang pangeran kerajaan majapahit yang bernama
Parameswara diiringi para pengikut nya melarikan diri dari daerah Blambangan ke
Turmasik (singapura). Daerah turmasik dianggap kurang aman dan kurang sesuai
untuk mendirikan kerajaan, karena itu Parameswara beserta pengikutnya
melanjutkan perjalanan ke arah utara sampai di Semenanjung Malaya.
Di daerah itu, Paramisora membangun sebuah kampong bersama para
pengikutnya dengan di bantu oleh para petani dan nelayan setempat. Perkampungan
itu di beri nama Malaka. daerah perkampungan yang baru di bangun itu mengalami
perkembangan yang cukup pesat karena letaknya yang strategis, yaitu di tepi
jalur pelayaran dan perdagangan selat malaka.
Dalam dunia Perdagangan, Malaka berkembang sebagai antar penghubung
antara dunia barat dengan dunia timur. Aktivitas perdagangan di selat malaka
pada waktu itu di dominasi oleh perdangan islam. Untuk itu, Paramisora
memutuskan menganut Agama Islam. Ia pun mengganti namanya menjadi Iskandar Syah
dan menjadikan kerajaan malaka sebagai kerajaan islam.
Letak Geografis Kerajaan Malaka
Letak-Geografis-Kerajaan-Malaka
Kerajaan Malaka secara geografis berada dijalur pelayaran dan
perdagangan internasional, yaitu Selat Malaka (Semenanjung Malaya). Pada masa
kejayaannya, Kerajaan Malaka adalah pusat perdagangan dan penyebaran Islam di
Asia Tenggara.
Raja Kerajaan Malaka
Berikut ini terdapat beberapa raja yang memerintah pada masa kerajaan
malaka, antara lain sebagai berikut:
Iskandar Syah (1396-1414 M)
Pada abad ke-15 M, di Majapahit terjadi perang paregreg yang
mengakibatkan Paramisora (Parameswara) melarikan diri bersama pengikutnya dari
daerah Blambangan ke Tumasik (Singapura), kemudian melanjutkan perjalanannya
sampai ke Semenanjung Malaya dan mendirikan Kp. Malaka
Secara geografis, posisi Kp. Malaka sangat strategis, yaitu di Selat
Malaka, sehingga banyak dikunjungi para pedagang dari berbagai Negara terutama
para pedagang Islam, sehigga kehidupan perekonomian Kp. Malaka berkembang
pesat,
Untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di Malaka, maka Paramisora
menganut agama Islam dan merubah namanya menjadi Iskandar Syah, kemudian
menjadikan Kp. Malaka menjadi Kerajaan Islam.
Untuk menjaga keamanan Kerajaan Malaka, Iskandar Syah meminta bantuan
kepada Kaisar China dengan menyatakan takluk kepadanya (1405 M).
Muhammad Iskandar Syah
(1414-1424 M)
Merupakan putra dari Iskandar Syah, pada masa pemerintahannya wilayah
kekuasaan Kerajaan Malaka diperluas lagi hingga mencapai seluruh Semenanjung
Malaya.
Untuk menjadi Kerajaan Malaka sebagai penguasa tunggal jalur pelayaran
dan perdagangan di Selat Malaka, maka harus berhadapan dengan Kerajaan Samudera
Pasai yang kekuatannya lebih besar dan tidak mungkin untuk bisa dikalahkan,
maka dipilih melalui jalur politik perkawinan dengan cara menikahi putri
Kerajaan Samudera Pasai, sehingga cita-citanya dapat tercapai.
Mudzafat Syah (1424-1458 M)
Setelah berhasil menyingkirkan Muhammad Iskandar Syah, ia kemudian naik
tahta dengan gelar sultan (Mudzafat Syah merupakan raja Kerajaan Malaka yang
pertama bergelar Sultan).
Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan dari Kerajaan Siam
(serangan dari darat dan laut), namun dapat digagalkan.
Mengadakan perluasan wilayah ke
daerah-daerah yang berada di sekitar Kerajaan Malaka seperti Pahang,
Indragiri dan Kampar.
Sultan Mansyur Syah
(1458-1477 M)
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaan
sebagai pusat perdagangan dan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Puncak kejayaan dicapai berkat Sultan Mansyur Syah meneruskan politik
ayahnya dengan memperluas wilayah kekuasaanya, baik di Semananjung Malaya
maupun di wilayah Sumatera Tengah (Kerajaan Siam berhasil ditaklukan). Raja
Siam tewas dalam pertempuran , tetapi
putra mahkotanya ditawan dan dikawinkan dengan putri sultan sendiri kemudian
diangkat menjadi raja dengan gelar Ibrahim. Indragiri mengakui kekuasaan
Malaka.
Kerajaan Samudera Pasai, Jambi dan Palembang tidak serang karena
menghormati Majapahit yang berkuasa pada waktu itu, selain itu Kerajaan Aru
juga tetap sebagai kerajaan merdeka.
Kejayaan Kerajaan Malaka tidak lepas dari jasa Laksamana Hang Tuah yang
kebesarannya disamakan dengan kebesaran Patih Gajah Mada dari Kerajaan
Mahapahit. Cerita Hang Tuah ditulis dalam sebuah Hikayat, Hikayat Hang Tuah.
Sultan Alaudin Syah (1477-188
M)
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka mulai mengalami kemunduran,
satu persatu wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka mulai melepaskan diri. Hal ini
disebabkan oleh karena Sultan Alaudin Syah bukan merupakan raja yang cakap.
Sultan Mahmud Syah (1488-1511
M)
Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Malaka merupakan kerajaan yang
sangat lemah, wilayah kekuasaannya meliputi sebagian kecil Semenanjung Malaya,
hal ini menambah suram kondisi Kerajaan Malaka.
Pada tahun 1511 M, terjadi serangan dari bangsa Portugis di bawah
pimpinan Alfonso d’Alberquerque dan berhasil Merebut Kerajaan Malaka. Akhirnya
Malaka pun jatuh ke tangan Portugis.
Kehidupan Politik Kerajaan Malaka
Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para
sultan menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence
policy) yang dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai
dilakukan melalui hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini
dilakukan untuk menjaga keamanan internal dan eksternal Malaka.
Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah Cina dan
Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua kerajaan
besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara
kemudian menikah dengan salah seorang putri Majapahit. Sultan-sultan yang
memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah)) tetap menjalankan
politik bertetangga baik tersebut
Kehidupan Ekonomi Kerajaan
Malaka
Malaka memungut pajak penjualan, bea cukai barang-barang yang masuk dan
keluar, yang banyak memasukkan uang ke kas negara. Sementara itu, raja maupun
pejabat-pejabat penting memperoleh upeti atau persembahan dari pedagang yang
dapat menjadikan mereka sangat kaya.
Suatu hal yang penting dari Kerajaan Malaka adalah adanya undang-undang
laut yang berisi pengaturan pelayaran dan perdagangan di wilayah kerajaan.
Untuk mempermudah terjalinnya komunikasi antar pedagang maka bahasa Melayu
(Kwu-lun) dijadikan sebagai bahasa perantara.
Kehidupan Sosial-Budaya Kerajaan Malaka
Pada kehidupan budaya, Perkembangan seni sastra Melayu mengalami
perkembangan yang sangat pesat seperti munculnya karya karya sastra yang
menggambarkan tokoh tokoh kepahlawanan dari kerajaan Malaka seperti Hikayat
Hang Tuah, Hikayat Hang Lekir dan Hikayat Hang Jebat.
Sedangkan Kehidupan Sosial Kerajaan Malaka dipengaruhi oleh faktor
letak, keadaan alam dan lingkungan wilayahnya. Sebagai masyarakat yang hidup
dari dunia maritim, hubungan sosial masyarakat sangatlah kurang dan bahkan
mereka cenderung mengarah ke sifat sifat individualisme. Kelompok masyarakat
pun bermunculan, seperti adanya golongan buruh dan majikan.
Masa Kejayaan Kerajaan Malaka
Kejayaan yang dicapai oleh kerajaan Malaka disebabakan oleh beberapa
faktor penting yaitu:
Parameswara telah mengambil kesempatan untuk menjalin hubungan baik
dengan negara Cina ketika laksaman Yin Ching mengunjungi Melaka Pada tahun
1403.
Salah seorang dari sultam Malaka telah menikahi seorang putri dari
negara Cina yang bernama putri Hang Li Po.
Hubungan erat antara Melaka dengan Cina telah memberi banyak manfaat
kepada Malaka,Malaka mendapat perlindungan dari Cina yang merupakan pemegang
kekuasaan terbesar di dunia pada masa itu untuk menghindari serangan Siam.Pada
masa pemerintahan Sultan Muzaffar
Syah dengan dibantu oleh Bendahara Tuan
Perak dan Laksamana Hang Tuah,
Kesultanan malaka mengalami multan Masa kejayaannya. Sultan Mansyur Syah dapat
menguasai pahang, kerajaan-kerajaan kecil di sumatera, kampar, siak, dan rokan
untuk di taklukkan dan diislamkan.
Malaka tidak hanya berfungsi sebagai pusat niaga di Asia Tenggara,
tetapi juga merupakan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara. Di malaka para
pedagang Islam dari Arab, India, dan Persia tidak hanya melakukan aktivitas
dagang, tetapi juga merupakan pusat penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Di Malaka para pedagang Islam dari Arab, India, dan Persia tidak hanya
melakukan aktivitas dagang, tetapi juga menyebarkan Islam kepada para pedagang
yang ada di Malaka. Dalam konteks ini, kita dapat melihat bahwa Malaka tidak
hanya sebagai bandar niaga yang terbesar di Asia Tenggara, tetapi telah
berperan sebagai sarana pengubah keyakinan masyarakat Asia tenggara. Perubahan
ini terjadi secara damai, tidak melalui jalan pemaksaan.
Sultan Mansyur Syah wafat pada tahun 1447 dan digantikan oleh putranya, Raja Husin. Setelah menjabat,
Raja Husin di beri gelar Sultan Alauddin Riayat Syah. Sultan ini memerintah
pada tahun 1477-1488. Sebagai seorang sultan, Sultan Riayat Syah tinggal melanjutkan
usaha ayahnya dalam mengembangkan Malaka sebaagai pusat perdagangan dan
penyiaran Islam di Asia Tenggara.
Sultan Riayat Syah adalah seorang pemimpin yang tegas dan berani. Jika
dibawa ke masa awal islam, maka karekter Sultan Riayat Syah mirip dengan
karekter kepemimpinan Umar bin Khathab
Radhiyallahu Anhu. Pada suatu malam, Sultan sendiri bersama dua orang
pengawalnya turun langsung melakukan ronda untuk menagkap pencuri dan sultan
pun berhasil menangkap pencuri.
Pada masa Sultan Riayat Syah Malaka semakain makmur. Ia juga menerapkan
syariat islam tentang potong tangan bagi mereka yang terbukti melakukan
pencurian. Dengan diberlakukannya syariat Islam, Malaka mampu menjadi sebuah
negara yang aman dan makmur. Sultan Alauddin Riayat Syah wafat ketika sedang
sibuk mempersiapkan persediaan untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.
Malaka mengalami masa kejayaan sebagai kesultanan islam pada abad
ke-15. Dimana pada masa kejayaannya malaka tampil sebagai pusat pengajian dan
penyebaran Islam terbesar di Asia Tenggara. Bahkan para sultan yang berkuasa
mendatangkan ulama-ulama dari luar negri seperti, Makhdum Sayyid Abdul Aziz,
Maulana Abu, Kadhi Yusuf, Kadhi Manua, Khadi Munawar Syah, Dan Maulana Sadar
Johan.
Para penguasa Kesultanan Malaka sangat menghormati dan memberikan
kedudukan yang tinggi kepada para ulama.
Runtuhnya Kerajaan Malaka
Pengganti Sultan Alauddin Riayat Syah adalah Sultan Mahmud Syah. Sultan
ini memerintah pada tahun 1488-1511. Dampak dari stabilitas tersebut adalah
kerajaan malaka menjadi buruk karena pada waktu itu yang memimpin adalah
seorang Sultan Mahmud Syah yang masih
kecil dalam memerintah kerajaan Malaka, Sultan Mahmud Syah adalah Sultan Malaka
yang terakhir sebelum Malaka jatuh ke tangan portugis.
Sultan yang kecil itu dibantu oleh bendahara, Laksamana, dan para
pembesar kesultanan. Pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Syah, Malaka mulai
memperlihatkan kemundurannya, karena sultan mahmud Syah belum mampu memerintah
sebagaimana sultan-sultan sebelumnya. Kemunduran malaka juga disebabkan oleh
meninggalnya Tuan Perak sebagai bendahara Kesultanan Malaka yang berpengaruh.
Tuan Perak meninggal pada tahun 1489dan jabatannya sebagai bendahara
digantikan oleh Tuan Putih. Lain halnya denganTuan Perak, Tuan putih tidak
memiliki karekter seperti Tuan Perak. Tuan Putih adalah seorang bendahara yang
lemah, angkuh, dan gemar mengumpulkan kekayaan. Kondisi malaka yang sedang
mengalami krisis kepemimpinan diperparah dengan datangnyaserbuan portugis.
Pada tahun1511, Portugis di bawah pimpinan Alfonso d”Albuquerque datang
dari Goa, India dan menyerang Kesultanan Malaka dan akhirnya Malaka sebagai
pusat niaga dan pusat penyiaran Islam terbesar di Asia Tenggara berhasil
ditaklukkan oleh portugis. Dalam perang melawan portugis, Sultan Mahmud Syah
berhasil menyelamatkan diri ke pahang, kemudian ke johordan kemudian ke bintan.
Akhirnya, Pada tahun 1529, Sultan Mahmud Syah meninggal dalam pelarian di
kampar, Riau.
Peninggalan Kerajaan Malaka
Berikut ini terdapat beberapa peninggalan kerajaan malaka, antara lain
sebagai berikut:
Masjid Agung Deli
Masjid Raya Baitulrahman Aceh.
Masjid Johor Baru.
Benteng A’Farmosa, yang merupakan bukti penaklukkan Malaka oleh pasukan
Portugis.
Mata uang, yang merupakan peninggalan dari akhir abad ke-15.